Kabupaten Cirebon ternyata memiliki beragam jenis Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) yang di tekuni masyarakatnya mulai dari usaha rotan, sandal barepan dan batik trusmi yang menjadi ikon Cirebon. Usaha itu memang cukup menjanjikan bila dikelola dengan baik dan preofesional. Selain usaha tersebut, masih ada usaha yang takpernah tergali oleh pemerintah seperti halnya usaha penyulingan minyak atsiri yang berada di Desa Cikalahang Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.
Minyak atsiri merupak minyak yang dihasilkan dari proses penyulingan menggunakan ketel-ketel berukuran besar yang terbuat dari bahan stainless steel dengan waktu berjam-jam sesuai dari karakter tanaman yang disulingnya. Dengan pembakaran suhu yang cukup panas sehingga menghasilkan uap yang keluar dari pipa dan masuk kedalam bak pendingin sebelum akhirnya menjadi minyak atsiri.
“Selama ini yang saya suling ada tiga jenis, daun cengkeh, nilam dan batang sereh merah,” kata Udi Wirawijaya (80) pemilik usaha penyulingan minyak atsiri di Blok 1 RT/01 RW/02 Desa Cikalahang Kecamatan Dukupuntang Kabuapten Cirebon, Kamis (4/9).
Menurut dia, usaha tersebut sudah ditekuni sejak tahun 1980-an, sebab pada tahun itu di desanya banyak tumbuh pohon kenanga yang berukuran besar. Namun bunga kenanga yang keluar dari pohon kenanga tidak ada yang memanfaatkan, dan mulailah membuat alat penyulingan tradisonal, hasilnya pun cukup menjajikan untuk mencukupi kebutuhan keluarga hingga biaya anak sekolah hingga perguruan tinggi.
“Setelah ada galian pasir dan batu, pohon kenanga banyak yang ditebang sehingga usahanya mengalami kendala karena sulit mendapatkan bahan baku. Dan akhirnya beralih menyuling daun cengkeh, sereh dan danun nilam,” katanya.
Untuk saat ini, kata dia, dalam setiap bulanya minimal menghasilkan 2 kuintal minyak atsiri dari tiga jenis bahan tersebut. Minyak-minyak tersebut diambil oleh eksportir dari Jakarta, Cianjur, Surabaya dan dikirim keluar negeri untuk kebutuhan kosmetik dan obat-obatan.
“Untuk minyak sereh perkilo di hargai Rp160 ribu,minyak nilam Rp700-Rp1,3juta perkilo dan minyak cengkeh perkilonya di hargai Rp135 ribu-Rp155 ribu per kilonya,” ujarnya.
Bahan baku sendiri, menurut dia, dipasok dari Majalengka, Kuningan dan Jawa Tengah, dan sisanyanya dari lahan milik waraga setempat dan kebun milik sendiri. Dalam mengelola usahanya dia di bantu 11 pekerja. Mulai dari proses pengeringan, pemotongan daun, dan proses penyulingan.
“Saya beli daun cengkeh dari petani Rp1800perkilo, daun Nilam basah Rp1200-Rp2200perkilonya dan daun sereh seharga Rp300 perkilonya,” terangnya.
Untuk prosesnya sendiri cukup mudah, daun-daun tersebut dikeringkan terlebih dahulu, untuk daun cengkeh dan sereh dikeringkan 5-6 hari sedangkan untuk daun nilam dikeringkan dengan cara di ikat kecil-kecil dan digantung (di angin-anginkan agar agak layu) karena untuk nilam kurang baik kalau terlalu kena sinar matahari.
“Dari satu ketel untuk kapasitas 250 kilogram daun nilam hasilnya minyak 5 kg, untuk cengkeh dari daun kering 5,5 kwintal hasil minyak 12-13 liter minyak, dan untuk sereh dari 3 kintal bahan baku menjadi 4 -5 kg minyak,” terangnya.
Dia mengatakan, penyulingan minyak atsiri merupakan satu peluang usaha home industry yang cukup menjanjikan untuk saat ini pasarnya pun terbuka lebar.Harga minyaknya pun yang tergolong mahal dan banyak pengusaha kosmetik yang membutuhkan minyak tersebut.
“Peluang untuk menjadikan usaha penyulingan daun cengkeh ini menjadi home industry sangat terbuka lebar,” tandasnya.
Sumber
0 Response to "Melongok Usaha Penyulingan Minyak Atsiri di Desa Cikalahang"
Post a Comment